Oleh : Menur Adhiya & Mindy Paramita
26 Agustus 2022
Pernahkah kamu merasa sangat marah hanya karena perdebatan “sepele” dengan pasanganmu, dan berujung mengucapkan kata yang menyakiti hatinya? Setelah beberapa saat dan emosimu mereda, kamu jadi menyesal. Ini tandanya kamu belum bisa mengenali emosimu. Menurut penelitian, manusia bisa merasakan hingga 34 ribu jenis emosi, lho! Ingat, emosi itu bukan berarti marah saja, ya. Artinya, sangat wajar jika dalam sehari kita bisa mengalami berbagai jenis emosi. Yang perlu kita latih adalah mengenali emosi apa yang sedang kita rasakan dan mengapa emosi tersebut muncul supaya kita bisa merespon emosi kita dengan cara yang tepat.
Dalam laman bbc.co.uk disebutkan bahwa kemampuan memahami dan mengenali emosi itu tak hanya penting dikuasai oleh anak (yang masih belajar menghadapi emosinya), tapi juga untuk orang dewasa. Alasannya?
Emosi itu seperti “kompas” perasaan yang berguna saat kita berinteraksi dengan orang lain. Ia akan menunjukkan apa perasaan kita saat bersama si A, kelompok B, lingkungan C, dan seterusnya. Tujuannya apa? Agar kamu tahu apakah lingkungan tersebut bisa membuatmu merasa nyaman. Misal, kamu sering merasa tak sepaham dengan lingkaran pertemananmu, yang ujungnya membuatmu merasa lelah berpura-pura “nyambung”. Emosimu berusaha memberitahumu bahwa dirimu tak nyaman, dan kamu bisa memutuskan untuk tetap bertahan atau mencari teman yang lain.
Sering sekali orang merasa kalah dengan amarahnya, kalah dengan rasa cemasnya, dan tak berdaya untuk mengambil kendali. Jika kamu bisa mengenali emosimu, kamu bisa menentukan sikap “harus apa” saat emosi tersebut mulai muncul. Misal, ketika anakmu mulai menutup mulutnya di suapan ketiga, dan kamu mulai merasa bibit-bibit kecewa, sedih, campur jengkel dalam dada, kamu bisa mengambil sikap untuk menarik napas sejenak, berhenti menyuapinya, sebelum kamu memarahi anakmu atau memaksanya makan. Ketika kamu berhasil untuk tidak meluapkan kejengkelanmu pada anakmu yang masih berusia 7 bulan, kamu pun akan merasa bisa memegang kendali atas dirimu, dan memilih untuk mencari solusi.
Pikiran negatif kerap muncul jika kita tak mengenali emosi kita dan malah berlarut-larut merasakannya. Dalam kondisi mood yang buruk, kamu bisa saja mulai berpikir tentang kegagalan-kegagalanmu dan menganggap kamu memang tak sepintar teman kerjamu yang lain, atau sedari kecil kamu memang selalu gagal. Pikiran negatif semacam ini tak akan terjadi jika kamu bisa segera mengenali mengapa kamu merasa sedih saat itu dan mencari tahu penyebabnya. Mungkin karena atasanmu tak mengkritik pekerjaanmu kemarin, namun itu bukan menjadi alasan kuat untuk menyimpulkan bahwa kamu selalu gagal. Ketika kamu sudah bisa mengetahui “penyebab asli” dari pikiran burukmu, kamu pun bisa kembali berpikir positif.
Sadar enggak sih, saat kamu sedih atau kecewa penginnya cerita ke teman atau dipeluk oleh pasangan? Nah, dengan mengetahui emosi apa yang kamu rasakan, kamu jadi paham kapan butuh bantuan orang lain.
Ketika kamu sudah bisa memahami apa yang dirasakan dan berhasil mengontrol emosi, kamu juga bisa membantu orang lain melakukan hal yang sama lho! Tidakkah kita merasa menjadi orang yang baik jika bisa membantu orang lain?
Untuk lebih memahami tentang cara mengenali dan mengelola emosi, kamu bisa ikuti kelas Berdamai dengan Diri Bersama Alzena Masykouri, M.Psi, Psikolog di www.demikita.id.
Image by drobotdean</a> on Freepik