Apa Itu Berdamai dengan Diri?

Oleh : Menur Adhiya

15 Juli 2022

Istilah berdamai dengan diri seolah menunjukkan kalau kamu sedang “bertengkar” dengan dirimu sendiri. Saat masih lajang, mengelola sisi antagonis diri mungkin masih belum terlalu berimbas pada orang lain. Pada pasangan dan orang sekitar kita mungkin ada, namun kita belum melihat dampak masa depan dan tingkat “kerusakan” yang dapat disebabkannya . Nah, ketika memulai perjalanan sebagai orang tua, ternyata sosok “antagonis” ini kerap membawa masalah dalam melakukan pengasuhan pada anak.   

Pola asuh orang tua dulu dan pola asuhmu nanti

Dirimu itu hasil dari pola asuh orang tuamu. Dan, pola asuh itulah yang nantinya kamu gunakan untuk membesarkan anak-anakmu, meskipun ada pula faktor lain yang memengaruhi pola asuhmu.

Sayangnya, enggak semua "warisan" orang tua tadi baik. Ada yang dikit-dikit nyubit, ada yang kata-katanya setajam silet, ada juga yang hobi mengontrol. 

Kamu nggak suka? Bisa jadi. Apalagi, jika orang tuamu masih ada dan kamu sifat mereka masih sama seperti dahulu. Kamu akan terjebak pada perasaan tak suka pada perilaku orang tua yang “toxic”, sementara kamu sendiri merasa tak berdaya karena mengulang apa yang orang tuamu lakukan dulu pada anakmu.

Pada saat kamu sadar bahwa hal yang kamu lakukan itu salah, kamu pun menyesal dan ingin berubah. Tapi masalahnya, mengubah apa yang bertahun-tahun dalam diri itu enggak gampang. 

Bisa nggak diubah? 

Sebenernya, masih bisa kok. Asalkan kita bisa tau, perilaku mana aja sih yang bisa menimbulkan "luka pengasuhan" pada anak. 

Kamu bisa mengingat pengalamanmu sebagai anak dulu untuk memposisikan diri sebagai anak, saat kamu menjadi orang tua nanti. Agar, kamu bisa memutus lingkaran ini. Ya, perilaku tak baik yang diwariskan berulang ini memang bagai lingkaran yang seolah terus berjalan, terus diturunkan dari generasi ke generasi. Tentu kamu enggak ingin anakmu nanti juga membuat “luka pengasuhan” pada anaknya. 

Setelah tahu, apa yang harus dilakukan? 

Setelah tahu, kamu harus bisa mengenali dan mengelola emosi. Buat apa? Karena "warisan" perilaku toxic tadi kerap muncul saat emosimu lagi tipiiis... Saat bagian otak yang berpikir logis sedang dibajak oleh bagian otak yang mengatur emosi.

Nah, di sinilah prosesnya akan menguras waktu dan tenaga. Untuk bisa mengenali kamu sedang marah, sedang kecewa, atau malah bahkan ternyata cuma lapar saja butuh latihan. Yang biasa terjadi, tiba-tiba kamu bentak anak hanya karena dia (yang baru dua tahun itu) tak sengaja menumpahkan segelas susu. Ternyata, saat itu kamu sedang marah pada suamimu. Anak jadi pelampiasan, bukan semata karena susu yang tumpah.

Nanti, ketika kamu sudah mampu mengenali emosi, kamu bisa “melipir” atau tarik napas sebelum bentakan keluar dari mulut, sebelum tangan melayang. Logika bisa lebih sering memegang kendali saat emosi negatif menjalari diri. Artinya, perilaku toxic yang kamu pelajari dari orang tuamu bisa kamu hentikan.

Saat itulah, kamu sudah bisa dikatakan berdamai dengan dirimu dan segala sifat-sifatnya, baik yang kamu sukai maupun yang tidak, baik yang kamu dapat dari orang tua maupun yang kamu pelajari dari lingkungan di luar keluarga.

Saat itu pula, kamu bisa lebih siap menjalani peran sebagai orang tua.

Jika ingin belajar cara berdamai dengan diri bersama Alzena Masykouri, M.Psi, Psikolong, ikuti kelasnya di www.demikita.id.

 

Photo created by www.123rf.com